Resolusi Jihad dan Semangat Kebangsaan: Cermin Keteguhan Santri di Era Modern
Forum Starter FATA CILL | Fri, 10 October 2025
Sejarah Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran kaum santri. Mereka bukan hanya pelaku spiritual di pesantren, tetapi juga pejuang di medan pertempuran dan pemikir di tengah masyarakat. Salah satu tonggak paling monumental dalam perjalanan bangsa adalah Resolusi Jihad yang diserukan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Seruan itu kemudian menjadi dasar ditetapkannya Hari Santri Nasional, sebuah momen untuk mengenang dan melanjutkan perjuangan moral para santri bagi negeri.
Latar Belakang Resolusi Jihad
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, ancaman kolonial kembali muncul. Tentara Sekutu bersama NICA berusaha merebut kembali kekuasaan di berbagai wilayah. Melihat kondisi genting ini, para ulama dari berbagai pesantren berkumpul di Surabaya dan mengeluarkan seruan Resolusi Jihad yang menyerukan kewajiban membela tanah air bagi setiap muslim.
Peristiwa ini bukan hanya momentum religius, tapi juga politik kebangsaan. Santri menunjukkan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman, sebagaimana nilai yang terus dipegang hingga kini.
Sebagaimana dijelaskan dalam artikel Hari Santri Nasional di Reaksi Nasional, fatwa tersebut menjadi pemicu semangat juang arek-arek Surabaya dalam pertempuran 10 November yang dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Santri dan Konsep Nasionalisme Religius
Bagi santri, nasionalisme bukanlah ide asing. Sejak awal, pesantren telah menjadi tempat di mana nilai cinta tanah air, gotong royong, dan keikhlasan ditanamkan. Santri belajar bahwa membela bangsa bukan sekadar tugas politik, tetapi bagian dari tanggung jawab keimanan.
Konsep nasionalisme religius inilah yang membedakan perjuangan santri dari bentuk nasionalisme sekuler di banyak negara lain. Santri percaya bahwa mencintai Indonesia adalah wujud nyata dari syukur atas nikmat Allah SWT.
Maka, setiap kali Hari Santri diperingati, bukan hanya bendera yang dikibarkan, tapi juga tekad untuk terus menjaga harmoni antara agama dan negara.
Santri di Tengah Arus Modernisasi
Di era modern, tantangan bagi santri tidak lagi berupa penjajahan fisik, tetapi dominasi budaya dan informasi. Arus globalisasi membawa nilai-nilai baru yang tidak semuanya sesuai dengan jati diri bangsa. Di sinilah santri berperan menjaga keseimbangan moral.
Santri masa kini hadir bukan hanya di pesantren, tapi juga di universitas, birokrasi, dunia teknologi, bahkan startup digital. Mereka membuktikan bahwa nilai-nilai Islam tidak bertentangan dengan kemajuan, justru menjadi fondasi etika untuk membangun peradaban yang adil dan beradab.
Spirit jihad hari ini adalah jihad intelektual dan sosial — melawan kemiskinan, kebodohan, serta penyalahgunaan teknologi.
Pendidikan Pesantren Sebagai Benteng Karakter
Pesantren memiliki sistem pendidikan yang unik: perpaduan antara ilmu, akhlak, dan kemandirian. Pola inilah yang melahirkan generasi tangguh dan berintegritas. Di pesantren, santri dilatih untuk hidup sederhana, mandiri, dan disiplin. Mereka tidak hanya cerdas secara akademik, tapi juga matang secara moral.
Nilai-nilai ini kini mulai diadopsi dalam sistem pendidikan formal melalui integrasi kurikulum keagamaan dan karakter. Pemerintah bahkan mendorong kolaborasi antara pesantren dan sekolah umum agar pendidikan karakter bangsa semakin kuat.
Sebagaimana disinggung dalam pilar Hari Santri Nasional, semangat kejuangan santri adalah warisan moral yang harus dijaga lintas generasi.
Santri dan Moderasi Beragama
Indonesia adalah negara yang majemuk. Dalam keragaman itu, santri memegang peran penting sebagai penjaga toleransi dan penebar kedamaian. Melalui ajaran tasamuh (toleransi) dan tawazun (keseimbangan), santri menjadi pelopor Islam moderat yang menolak kekerasan.
Mereka membangun jembatan dialog antarumat beragama dan berkontribusi dalam menciptakan harmoni sosial. Di tengah maraknya isu radikalisme, kehadiran santri menjadi pengingat bahwa Islam sejati selalu berpihak pada perdamaian.
Gerakan Islam Nusantara yang digagas oleh para ulama adalah contoh nyata bagaimana nilai lokal dan spiritual dapat berpadu untuk memperkuat identitas bangsa tanpa kehilangan universalitas Islam.
Resolusi Jihad di Era Digital
Jika pada 1945 santri mengangkat senjata, maka hari ini mereka mengangkat pena dan teknologi. Dunia digital telah menjadi medan dakwah baru. Banyak santri muda kini aktif sebagai kreator konten, penulis, hingga jurnalis yang menyuarakan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.
Media sosial menjadi alat perjuangan baru untuk melawan hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi yang mengancam persatuan bangsa. Dengan semangat Resolusi Jihad Digital, para santri bertekad menjadikan ruang maya sebagai sarana dakwah positif dan edukatif.
Baca juga: Perjuangan Santri di Era Digital — bagaimana pesantren menyiapkan generasi muda menghadapi tantangan global.
Ekonomi Santri dan Kemandirian Umat
Gerakan Santripreneur menjadi salah satu wujud konkret dari kemandirian pesantren. Melalui berbagai unit usaha, santri berperan dalam menggerakkan ekonomi umat secara nyata. Dari koperasi, produksi makanan halal, hingga startup digital, pesantren kini menjadi ekosistem ekonomi berbasis kepercayaan dan etika.
Inilah bentuk jihad ekonomi yang relevan dengan zaman. Santri membangun ekonomi tanpa meninggalkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan keberkahan. Dengan dukungan pemerintah dan lembaga keuangan syariah, potensi ekonomi pesantren terus berkembang sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional.
Refleksi Hari Santri: Dari Masa Lalu ke Masa Depan
Hari Santri bukan sekadar peringatan historis, melainkan refleksi untuk masa depan. Di tangan para santri muda hari ini, masa depan bangsa akan terus disinari oleh nilai-nilai keikhlasan, keilmuan, dan nasionalisme religius.
Semangat jihad yang dulu diwujudkan dengan bambu runcing kini diwujudkan dengan inovasi, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Santri menjadi simbol keseimbangan antara iman dan kemajuan.
Perjalanan ini membuktikan bahwa ajaran Islam yang moderat dan cinta tanah air tetap relevan di setiap zaman — dari masa resolusi jihad hingga revolusi digital.
Kesimpulan
Santri adalah cermin bangsa: sederhana namun kuat, tenang namun tegas, tradisional namun adaptif. Di tengah perubahan dunia yang cepat, mereka tetap menjaga nilai dasar yang menjadi napas bangsa: kejujuran, gotong royong, dan cinta tanah air.
Resolusi jihad telah membentuk karakter santri yang tidak hanya berani membela bangsa, tetapi juga membangun masa depan dengan karya.
Untuk memahami makna perjuangan santri dari masa ke masa, kunjungi artikel utama Hari Santri Nasional di Reaksi Nasional — referensi lengkap tentang sejarah, nilai, dan relevansi perjuangan santri bagi Indonesia modern.
Silahkan Login untuk mulai berdiskusi
Menunggu Respon...